Dari pertama kali mencoba menggabungkan komputer dengan pengerjaan musik saya sudah akrab dengan Cubase VST yang satu perusahaan dengan Nuendo buatan Steinberg Jerman. Tapi saya juga punya banyak pengalaman bekerja dengan Pro Tools buatan Amerika. Seperti lagu2 di album Munafik nya mbak Ikke Nurjanah yang pengerjaan nya menggunakan Protools.
Qs.29 'Ankabuut:7. Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, benar-benar akan Kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka dan benar-benar akan Kami beri mereka balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.
Sejarah Studio Rekaman Indonesia
Sejarah industri rekaman di Indonesia bisa berawal dari dua tempat: Lokananta di Surakarta dan Irama di Menteng Jakarta. 'Lokananta' milik pemerintah, dan banyak melahirkan lagu-lagu daerah, sementara 'Irama' milik Mas Yos, banyak melahirkan lagu-lagu hiburan sebutan untuk lagu pop sekarang. Nama-nama Rachmat Kartolo, Nien Lesmana, sampai Patty Sisters pernah rekaman di 'Irama' yang awalnya hanya sebuah studio kecil di sebuah garasi di Menteng, Jakarta Pusat. Peristiwa rekaman itu terjadi di ujung tahun 1950-an hingga memasuki tahun 1960-an. Lalu, memasuki awal tahun 1970-an, di daerah Bandengan Selatan Jakarta Kota, berdiri studio rekaman Dimita yang dikomandani oleh Dick Tamimi. Studio rekaman ini juga menjadi pioner rekaman lagu-lagu pop, karena di tempat ini nama-nama tenar Koes Bersaudara, Panbers, Dara Puspita, Rasela, lahir. Sampai dengan tahun 1975 Dimita tetap berjaya, bahkan dengan keunikannya: musisi harus berjuang memburu jangkrik, atau rekaman harus break karena ada kereta api lewat. Ini tentu gara-gara akustik studio tidak memadai, sementara teknologi rekaman pun masih me- ngandalkan jumlah track yang kecil: 8 tracks. Dimita memang terletak di pinggir rel kereta api. 'Kecelakaan' ini menyebabkan, begitu lamanya proses rekaman dilakukan. Jika jaman sekarang satu shift dihitung antara 7 atau 8 jam, jaman dulu kala produser rekaman agak membiarkan artisnya berkreasi. Sebab, dari tahun 50-an hingga pertengahan tahun 70-an, studio rekaman tak ada yang disewakan. Pemilik studio adalah eksekutif produsernya sendiri. Perkara berburu jangkrik misalnya. Kamu bakal kaget mendengar cerita Benny Panjaitan, gitaris dan komposer Panbers, tatkala merekam album perdananya di Dimita, berkali-kali harus mencari jangkrik yang mengganggu konsentrasinya ber- nyanyi pada saat vokalis Panbers ini harus take vokal. Dick Tamimi, Mas Yos adalah nama-nama pioner pemilik studio rekaman. Setelah itu muncul raja studio rekaman Indonesia, dan kelak dianggap sebagai produser legendaris yang menguasai pangsa pasar terbesar di Indonesia, yakni Yamin Wijaya atau biasa disebut Amin Cengli yang memiliki studio rekaman Metropolitan kini Musica Studio's dan satunya, sang raja adalah Eugene Timothy, mengomandani perusahaan rekaman Remaco. Remaco pernah menjadi perusahaan rekaman ter- besar di Indonesia, dengan akses kuat ke pergaulan di dunia rekaman Internasional, karena pada saat membuat Piringan Hitam ( PH ), seperti Irama, Lokananta, dan Dimita, Remaco masih memakai perusahan pembuat matris pencetak PH di Singa- pura. Di Remaco, lahir nama-nama besar Bimbo, D'Lloyds, The Mercy's dan kelak Koes Bersaudara yang pada tahun 1967 berubah nama menjadi Koes Plus pun pindah ke tempat ini, karena iming-iming bonus Mercy terbaru untuk komposernya, Tony Koeswoyo. Sementara itu, Amin Cengli banyak mengandalkan pertemanan, antara lain merekam kawannya sendiri, album pop jazz Ireng Maulana. Namun, kelak Metropolitan menjadi perusahaan rekaman besar dengan nama baru Musica Studio's, dan tatkala Amin meninggal dunia semua aset keluarga dan kerajaan bisnis studionya diserahkan pada adik-adiknya, antaralain Indrawati Wijaya (Acin ), Acu Wijaya dan adik-adiknya yang lain. Tatkala Remaco ambruk pada awal tahun 80-an dan Eugene tinggal mengandalkan sejumlah master rekaman yang masih dimilikinya, baik sejak di era rekaman PH maupun kaset rekaman, Musica ganti menunjukkan dominasinya. Di tempat ini diterapkan sistem rekam yang banyak mengandalkan insting humanisme. Dengan cara-cara 'persaudaraan-pertemanan', banyak sekali artis musisi yang mampu bertahan lama, dikontrak jangka panjang oleh Musica. Sebagai contoh nama Chrisye, lebih dari 80% karier rekamannya yang dimulai dari jaman album solo Sabda Alam (1978) sampai album Badai Pasti Berlalu (1999), direkam 'sebagian besar' di Musica. Sebelumnya, bersekutu dengan Eros Djarot, Debbie Nasution, Odink, Ronny Harahap, Guruh Soekarno, Gauri Nasution juga Kompiang Raka yang membawa musisi pentatonik Bali. Chrisye dan Berlian Hutauruk merekam album Guruh Gipsy di studio Tri Angkasa yang 'hanya' 16 tracks di Kebayoran Baru. Rekaman yang disebut terakhir inilah sebenarnya embrio lahirnya album paramusisi 'gedongan', yang melahirkan album monumental Badai Pasti Berlalu, juga album Jurang Pemisah yang digarap Jockie Suryoprayogo. ( 1976 ). Sumber: www.studiomusik.info
Musisi atau anda yang hobi musik dan tertarik dengan Produksi musik boleh gabung dan Sharing disini
PROPELLERHEAD REASON
Untuk sequencer synthesizer yang begitu saya kagumi adalah Reason keluaran Propellerhead Sweden. Fasilitasnya begitu musikal seperti benar benar bekerja dengan peralatan musik di studio. Jadi saya tidak kaku lagi untuk menggunakan software terbaru keluaran Propellerhead edisi September 2009 ini yaitu RECORD. Dengan mixer SSL yang begitu memukau membuat saya lebih mud lagi bekerja. Semua fasilitas nya telah benar benar di perbaharui untuk lebih mempermudah pembuatan musik dan lebih memanjakan para musisi untuk berkreasi tanpa batas. Selamat dan salam kagum saya untuk Propellerhead Sweden.
0 komentar:
Posting Komentar